IAIN Ponorogo siap menjawab tantangan PTKI di Era Merdeka Belajar

Pamekasan, 27 Maret 2021. Dalam rangka untuk semakin memajukan Perguruan Tinggi Negeri Keagamaan, Pimpinan PTKIN ex Sunan Ampel Surabaya mengadakan seminar dan rapat koordinasi (Rakor). Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari (26-28/3/2021) yang dilaksanakan di Gedung Pertemuan IAIN Madura. Segenap pimpinan IAIN Ponorogo seperti Rektor, para Wakil Rektor, Direktur Pascasarjana, Kabiro serta Rektor periode sebelumnya hadir dan mengikuti kegiatan ini. PTKIN ex Sunan Ampel yang adalah UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Maliki Malang, IAIN Samarinda, IAIN Jember, IAIN Tulungagung, IAIN Ponorogo, IAIN Kediri, IAIN Madura, dan UIN Mataram. Hanya UIN Mataram saja yang tidak hadir pada acara ini dikarenakan sesuatu hal. Mereka menginap di Hotel Cahaya Berlian dan Hotel Front One Pamekasan.

Rangkaian acara dibuka dengan Seminar Nasional, dengan tema “Manajemen Belajar PTKI di Era Merdeka Belajar”. Sebagai narasumber adalah Prof. Dr. Suyitno, M.Ag. Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama RI. Prof Suyitno memaparkan kebijakan-kebijakan strategis Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dalam menjawab tantangan Era Merdeka Belajar ini. Isu-isu penting yang diangkat dalam arahan beliau salah satunya adalah bagaimana sebuah transformasi IAIN menjadi UIN adalah sebuah kebutuhan. Prof. Suyitno menyatakan IAIN yang akan bertransformasi menjadi UIN pada nantinya tidak boleh mengulang kesalahan-kesalahan dari para pendahulunya, yaitu sekedar transformasi kelembagaan.

Penerapan kurikulum yang sesuai menjadi sebuah keharusan untuk mendapatkan alumni yang sesuai. Seperti diketahui ada tiga klasifikasi jenis pendidikan tinggi di Indonesia. Tiga jenis tersebut adalah Pendidikan Akademik, dengan penerapan presentase 70% teori dan 30% praktik. Yang kedua adalah Pendidikan Terapan/Vokasi, penerapan presentase 50% teori dan 50% praktik. Dan yang terakhir adalah Pendidikan Profesi/Ahli. Lebih lanjut, Prof. Suyitno mengingatkan bahwa Rektor dan jajaran pimpinan PTKIN menanggung dosa besar jika alumni tidak bisa masuk dan terserap pada dunia kerja. Untuk merealisasikan tersebut dan sesuai ketentuan di atas maka konten kurikulum yang diterapkan perlu ditinjau kembali dan disesuaikan. Dalam merealisasikan hal tersebut, Prof. Suyitno mengatakan bahwa setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan mengenai penerapan kurikulum, khususnya penerapan di Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Pertama adalah kurikulum yang sesuai, terutama bagi alumni prodi-prodi terpan/vokasi. Kedua, mahasiswa sebaiknya harus diwajibkan di mahad selama satu tahun. Hal ini guna menjaga ruh keagamannya. Sedangkan yang ketiga adalah integrasi antara keilmuan umum dan keilmuan agama itu sendiri.

Prof. Suyitno menyarankan ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh PTKI. Pertama adalah Perguruan Tinggi berbasis pondok (Ruhul Mahad Fi al-Jami’ah) yaitu mahasiwa perguruan tinggi menerapkan karakter pesantren dalam pembelajarannya, dan yang kedua adalah Perguruan Tinggi bersistem pondok.

Terakhir beliau menyampaikan bahwa di era 4.0 ini sudah selayaknya memulai Cyber Islamic University seperti pada IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebagai Pilot Project. Ke depan semua PTKI diharapkan mampu mengadakan pembelajaran jarak jauh tersebut yang keadaannya sudah dipercepat dengan adanya Covid 19 ini. Pandemi ini justru telah mengawali dan membuka mata bahwa PJJ itu nyata adanya dan memang sudah waktunya.

Berita Lainnya