PTKIN Sebagai Destinasi Dunia dan Agen Moderasi Beragama untuk Misi Perdamaian

 

 

 

Rapat Koordinasi Forum Wakil Rektor Bidang Kerjasama PTKIN di Bandung, 29-31 Maret 2021, diawali dengan sambutan ketua forum tersebut, Prof. Dr. H. Ulfiah, M.Si. Kegiatan ini dihadiri oleh 70 peserta yang terdiri dari para Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Kelembagaan International Office, termasuk Wakil Rektor 3 IAIN Ponorogo, Dr. Aksin, M.Ag. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kualitas dan pengembangan wawasan tentang pelaksanaan kerja sama seluruh PTKIN serta meningkatkan kerjasama dan pengembangan lembaga di lingkungan PTKIN yang ada di Indonesia. Penguatan jejaring kerjasama baik di tingkat nasional maupun internasional juga merupakan target dalam kegiatan ini. Agenda dalam kegiatan ini antara lain melakukan penguatan jejaring tentunya di seluruh PTKIN serta melakukan jejaring kerjasama dengan Jerman, Aljazair, Saudi Arabia dan Mesir. Harapannya, terbentuk eksistensi Internasional Office yang mendukung internasionalisasi kampus benar-benar terwujud, bukan hanya sebuah wacana. Dalam penguatan jejaring ini bukan hanya sekedar MOU yang dibuat diatas kertas, tetapi bagaimana implementasi dari MOU sehingga MOU dan perjanjian kerjasama dapat membuat sebuah program dan kegiatan yang dapat bermanfaat untuk PTKIN di Indonesia.

Selanjutnya, Kepala Sub-direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D., menyampaikan adanya PMA 40 tahun 2020 tersebut akan menjadi payung hukum dalam melakukan kerja sama serta kolaborasi di luar negeri, termasuk program visiting professor sekaligus menjadi momentum untuk berkomitmen secara maksimal dalam menjadikan PTKIN sebagai destinasi dunia.

Secara resmi, kegiatan ini dibuka oleh Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si., sekaligus mengapresiasi kegiatan ini dengan besar harapannya untuk menindaklanjuti kerjasama dengan luar. Kerja sama yang dimaksud bukan hanya mengambil manfaat dari luar untuk PTKIN tetapi PTKIN harus dapat menjadi agen yang menyebarkan moderasi beragama. Moderasi beragama ini merupakan titipan Presiden kepada Kementerian Agama sehingga harus disebarluaskan ke dunia dan misi perdamaian dunia dapat tercipta. Saat ini, konsep merdeka belajar dan kampus merdeka menjadi tolak ukur penilaian. Oleh karena itu, bidang kerjasama berperan penting dalam kesuksesan ini.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI, Dr. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP, M.T., menyampaikan, “Sesuatu hal yang paling pasti adalah ketidakpastian dan sesuatu hal yang tetap adalah perubahan, maka sejalan dengan perubahan dan perkembangan tersebut nampaknya PTKIN dalam mengemban misinya sebagai sebuah mercusuar tidak boleh mewujudkan dirinya menjadi menara gading yang elok indah dan berwibawa, melainkan harus mewujudkan dirinya menjadi sebuah mercusuar yang mampu menerangi di saat kegelapan dan pada saat yang sama ia memberikan jalan pada orang-orang yang pernah mencari sinar di dalam membangun sebuah peradaban dalam pengembangan”.

 

Tiga aspek yang penting bahwa perguruan tinggi harus mampu mengembangkan sumber daya manusia, memberikan pemberdayaan, dan penguatan peran. Aspek pengembangan memiliki orientasi terhadap keseimbangan antara pertumbuhan dan kelembagaan sistem pendidikan maupun substansi proses pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu di bidang keagamaan. Sedangkan aspek pemberdayaan memiliki orientasi pada upaya optimalisasi segenap sumber daya yang ada melalui sistem yang terukur dan terprogram guna mewujudkan PTKIN. Selanjutnya, dimensi penguatan peran memiliki orientasi terhadap kebermaknaan kiprah dan fungsi serta kontribusi PTKIN sebagai institusi pendidikan yang peduli dan mempunyai tanggung jawab di dalam mewujudkan cita-cita masyarakat melalui internalisasi institusionalisasi dan fungsi organisasi Islam di dalam masyarakat majemuk sehingga masyarakat madani yang diharapkan dapat didorong oleh eksistensi perguruan tinggi. Aspek pengembangan pemberdayaan dan penguatan peran ditempuh melalui sinkronisasi berbagai kegiatan yang tercakup dalam penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu penelitian dan pengajaran, penelitian dan publikasi ilmiah, serta pengabdian pada masyarakat. Muhammad Ali Ramdhani juga mengajak para peserta untuk berpijak pada konsep yang dikembangkan oleh UNESCO dalam rukun atau pilar-pilar pelaksanaan perguruan tinggi hingga dihadapkan dengan 4 pola pembelajaran.

Kerjasama yang dilakukan diharapkan tidak bergeser dari misi utama yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi, kerjasama yang dilaksanakan oleh PTKIN dalam satu perspektif dapat dipahami sebagai pengembangan jaringan kerja atau network dengan berbagai institusi pemerintah swasta baik di dalam maupun luar negeri yang tentu saja orientasinya harus mampu menjawab tantangan pada misi kerjasama yang kemudian di dalam rencana strategis pengembangan pendidikan Islam itu disebut pada lima wilayah persoalan. Hal yang penting adalah bagaimana membangun aksesibilitas relevansi daya saing kualitas dan pembangunan tata kelola dan kerjasama dalam dunia pendidikan dalam konteks menjawab berbagai tantangan yang merupakan kebutuhan mutlak bagi eksistensi sebuah perguruan tinggi. Disadari bahwa kerjasama menjadi pilar bagi kemajuan sebuah perguruan tinggi, dengan melakukan kerjasama itu menandakan bahwa ada pengakuan keunggulan dari pihak lain dan sebaliknya jika kerjasama sulit dilakukan oleh perguruan tinggi maka kita harus berani mengevaluasi karena boleh jadi menunjukkan kelemahan kemampuan perguruan tinggi tersebut. Hal yang tak kalah penting bahwa kerjasama harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah norma dan nilai yang bersifat mengikat bagi civitas akademika. Melalui Kerangka kerjasama yang baik diharapkan dapat dilaksanakan kerjasama melalui pola kemitraan yang tentu saja menghubungkan antara PTKIN dengan negara lain. Hal-hal yang bisa menjadi arah dan orientasi utama tujuan penyelenggaraan kerjasama misalnya bagaimana kita mengoptimalkan pengembangan ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu terkait lainnya dalam kerangka pengabdian kepada masyarakat, kemudian mengoptimalkan penyelenggaraan Tri Dharma perguruan tinggi dalam konteks keilmuan keislaman kemasyarakatan dan kebangsaan. Selanjutnya mengembangkan keahlian dan profesi dari civitas akademika melalui aplikasi ilmu dalam kehidupan praktis. Kemudian hal yang penting adalah bagaimana menggali sumber-sumber pendanaan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara PTKIN. Sebagai penutup Dr. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP, M.T., menyampaikan bahwa kerjasama adalah bagian pokok dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, tanpa kerjasama semuanya akan menjadi sia-sia. Kontestasi adalah masa lalu dan kolaborasi adalah ruang kekinian.

Bagaimana kebijakan kerja sama yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal pendidikan Islam terkait dengan kerjasama pendidikan tinggi di Kementerian Agama saat ini ingin sekali menjadikan PTKIN sebagai referensi dan destinasi dunia. Oleh karena itu menjadi sebuah keniscayaan untuk melakukan akselerasi kerjasama di dunia luar baik itu di wilayah Timur Tengah maupun Eropa. Salah satu yang harus dipersiapkan adalah keberanian PTKIN untuk memberikan skema-skema yang dapat mendatangkan mahasiswa asing di PTKIN. Kedatangan bangsa asing tersebut harus didukung dengan adanya lembaga-lembaga yang dapat melayani mahasiswa asing itu dengan baik. Mahasiswa asing juga harus di treatment sedemikian rupa dengan baik agar nantinya setelah pulang belajar di PTKIN akan bercerita semua hal yang baik tentang Indonesia bahwa di Indonesia itu ada Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri yang corak keislamannya adalah Islam wasathiyah. Bagi PTKIN harus mempromosikan integrasi Islam dan bernegara kepada bagian-bagian negara di Timur Tengah dan di Eropa. Harapannya PTKIN akan dikenal di dunia luar sebagai Moslem Majority yang memperkenalkan Islam dan sains.

Arab Saudi merupakan negara yang memiliki banyak fasilitas. Sektor pendidikan di Arab Saudi didukung penuh oleh pemerintah setempat melalui sejumlah fasilitas dan infrastruktur penunjang yang luar biasa. Fasilitas Perguruan Tinggi di Arab Saudi banyak dimanfaatkan oleh mereka di kawasan asia selatan. Sedangkan kerjasama dari perguruan tinggi di kawasan Asia Tenggara belum banyak dilakukan, terutama oleh Perguruan Tinggi di Indonesia. Perguruan Tunggi di Arab Saudi dapat menjadi partner riset PTKIN. Fokus riset juga dapat dilakukan pada kajian-kajian non keagamaan Islam.

Sidang Komisi 2 Oleh International Office menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain: memandang perlu adanya standardisasi penyebutan nama untuk bagian yang mengurusi luar negeri. Varian nama untuk masing masing satker sejauh ini masih berbeda penyebutan. Forum ini memandang perlu adanya penyebutan nama yang seragam. Selain itu, varian status kelembagaan International Office PTKIN sangat banyak. Status kelembagaan ini dirasa penting agar kantor internasional memiliki pijakan kuat dalam melakukan proses kerjanya. Hasil sidang komisi membagi status kelembagaan menjadi berikut ini:

  1. kantor internasional yang sudah menjadi ortaker,
  2. kantor internasional yang sudah ada dalam statuta,
  3. kantor internasional yang belum keduanya.

Forum berpandangan bahwa terdapat dua ranah besar yang harus dikerjakan kantor internasional, yaitu pengelolaan mahasiswa luar negeri secara komprehensif dan pengembangan elaborasi kerjasama global di kalangan PTKIN.

Posisi International Office di banyak kampus berdiri diantara dua kaki dalam waktu yang sama. Pertama, kaki akademik dimana International Office seringkali dilibatkan dalam berbagai proses akademik mulai dari sebelum calon mahasiswa baru diterima hingga setelah diterima. Kedua, kaki kemahasiswaan dimana hal ini berhubungan dengan berbagai layanan untuk mendukung proses tinggal hingga kepastian dokumen keimigrasian yang dibutuhkan oleh mahasiswa asing.

International Office melakukan proses kerja manajerial yang sangat panjang dalam memberikan layanan pada mahasiswa luar negeri. Proses tersebut mulai sebelum yang bersangkutan diterima atau proses penyaringan, melakukan maintenance saat sedang menjalani masa studi, hingga membangun dan memfasilitasi saat sudah lulus. Hal ini menunjukkan International Office memiliki peran vital dalam pengembangan kelembagaan PTKIN untuk mendapatkan rekognisi secara global. International Office juga memiliki peran dalam me-manage mahasiswa asing selama melakukan studi dengan berbagai layanan yang dimiliki.

Layanan yang dapat atau sedang dikembangkan di kalangan International Office PTKIN seperti pendampingan psikologis, pendampingan bahasa hingga pendampingan proses akademik. Selain itu juga diperlukan standar baku kapan mahasiswa asing harus tiba dan skema proses apa saja yang harus dilakukan saat pre departure, selama studi, dan pasca studi. International Office juga dapat mengadakan sejumlah program short course sebagai bentuk promosi luar negeri dan diplomasi budaya Indonesia serta moderasi beragama.

Forum juga sepakat pengembangan International Office ke depan juga memiliki staf khusus yang tidak hanya berasal dari kalangan dosen. Adanya para profesional di bidang hubungan internasional penting dimiliki oleh International Office PTKIN. Selain itu, turnover para insan International Office juga harus dibuat sedemikian rupa agar tidak terlalu tinggi, sebab bicara tentang kerja hubungan luar negeri berkorelasi dengan trust suatu bangsa yang direpresentasikan oleh sumber daya manusianya. Turnover International Office yang sangat tinggi berpotensi membuat pola sustainability pengembangan kerjasama jalan ditempat karena harus memulai dari awal setiap ada orang baru.

Forum juga memandang pentingnya diadakan event promosi luar negeri yang diikuti oleh International Office sebagai representasi PTKIN. Hal ini mengacu pada banyaknya kegiatan promosi kampus luar negeri di Indonesia yang digelar secara masif di banyak kota. Kementrian Agama dapat melakukan fasilitasi promosi ini melalui kerjasama dengan KBRI/KJRI. Moderasi beragama juga dirasa penting untuk di sisipkan dalam pengelolaan mahasiswa asing. Dalam hal proses kerjasama, International Office juga dituntut untuk dapat melakukan analisa geopolitik global dan kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini penting agar tidak terdapat kendala di kemudian hari dari serangkaian proses yang telah dilalui International Office juga memiliki peran penguatan dan social control dalam implementasi kerjasama yang telah dilakukan.

Guna memperkuat fungsi branding, diharapkan tersedia ruang atau gedung yang representatif dan tersendiri untuk digunakan oleh International Office. Forum juga memandang pentingnya political will dan financial will dalam implementasi kerja International Office. Hal ini mengingat segala hal yang berhubungan dengan luar negeri membutuhkan ketersediaan anggaran. Forum juga memandang pentingnya pemahaman semua elemen kampus bahwa kerja International Office adalah kerja investasi masa depan pengembangan PTKIN dimana hasil optimal akan dirasakan dalam jangka panjang.

 

 

Editor: Estu Unggul Drajat

Berita Lainnya