Penting, Pencegahan Kekerasan Seksual dan Perundungan di Kampus

IAIN Ponorogo – Menurut Alimatul Qibtiyah Komisioner Komnas Perempuan, data menunjukkan bahwa kekerasan seksual, perundungan, maupun intoleransi merupakan pekerjaan rumah besar bagi bangsa Indonesia.

“Berdasarkan data studi PISA, 2018 menunjukkan 41% pelajar berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan. Selain itu data komnas perempuan menunjukkan 69% kasus kekerasan berbasis gender (KBG) di ranah publik terjadi di dunia siber.” Tuturnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Alimatul Qibtiyah, S.Ag.,M.Si.,M.A.,Ph.D., Komisioner Komnas Perempuan saat mengisi acara penguatan Mekanisme Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan IAIN Ponorogo, Kamis (09/02/2023).

Secara spesifik dalam lingkup dunia pendidikan, kekerasan berbasis gender terhadap perempuan paling banyak terjadi di Perguruan Tinggi.

“Kekerasan Seksual yang telah melakukan pengaduan pada Komnas Perempuan di tahun 2015-2021 menunjukkan Perguruan Tinggi menepati urutan pertama sebesar 35%, Pesantren atau Pendidikan berbasis Agama Islam menunjukkan urutan kedua sebanyak 16%, dan urutan ketiga ditempati oleh SMA/SMK sebesar 15%.” Tambahnya.

Banyak bentuk dan jenis kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekitar kita dan terkadang tidak kita sadari.

“Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan secara fisik, menatap seseorang dengan nuansa seksual, mengirim pesan dan konten bernuansa seksual tanpa persetujuan. Selain itu mengambil, merekam, mengedarkan foto, rekaman audio, dan rekaman visual tanpa persetujuan. Lebih parah lagi ketika membiarkan terjadinya kekrasan sekasual dengan sengaja merupakan beberapa bentuk dan jenis kekerasan seksual.” Terangnya.

Penanganan kasus kekerasan seksual dimulai dengan pendampingan pada korban sampai dengan pemberian sanksi pada pelaku.

“Ada tiga teknik dasar pendampingan korban kekerasan seksual yakni rasa empati yang kita berikan kepada korban kekerasan seksual, bagaimana kita bisa mendengarkan dengan baik kondisi korban kekerasan seksual, serta melakukan eksplorasi serta klarifikasi untuk menemukan parafrase, refleksi serta konfrontasi.” Tutupnya.

Perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual terjadi di berbagai level. Penyebab kekerasan diawali dari cara berpikir, keyakinan dan keinginan untuk menguasai orang lain. Hati-hati terhadap pandangan mayoritas sering kali digunakan sebagai standar kebenaran termasuk dalam hal-hal yang dapat membahayakan orang lain. Semua manusia adalah setara. Tidak ada satu manusia pun yang layak direndahkan dan dilecehkan. Keragaman adalah ketetapan Tuhan. Pengelolaan keragaman secara pribadi, sosial, dan profesional membutuhkan kebijakan dan kecerdasan. (ARS)

Berita Lainnya