Clossing Ceremony AICIS 2023, IAIN Ponorogo Raih Penghargaan

Gelaran The 22th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang berlangsung sejak tanggal 2-5 Mei 2023 kini telah resmi usai. Gelaran ini resmi di tutup pada Kamis malam (4/5) yang bertempat di Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya.

Acara ini dibuka oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas dan ditutup oleh Wamenag Zainut Tauhid Sa’adi dan diikuti para akademisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) baik nasional maupun internasional. Forum ini menampilkan 180 paper pilihan yang terbagi menjadi 48 kelas paralel. “Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace” menjadi tema utama yang diangkat pada gelaran kali ini.

Pada kesempatan ini pula, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo mendapatkan penghargaan sebagai pemenang dalam “AICIS 2023 Exhibition Video Competition” dengan jumlah like terbanyak kedua. Pameran video ini dilakukan dengan mengunggah video kegiatan expo produk akademik pada acara AICIS ke  media sosial instagram masing-masing perguruan tinggi.

Hasil selanjutnya pada AICIS 2023 ini yakni lahirnya rumusan Surabaya Charter atau Piagam Surabaya. Pada piagam Surabya ini ada enam rumusan yang dibahas, salah satunya yakni menegaskan penolakan terhadap politik identitas. Pembacaan ‘Surabaya Charter’ menjadi rekomendasi penting dari Muktamar Ilmu-ilmu Keislaman internasional yang digagas Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama (PTKI Kemenag) RI tersebut.

Dalam hal ini, Rektor UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mendapat kehormatan membacakan rekomendasi tersebut didampingi perwakilan panelis dan chair dalam kegiatan AICIS 2023. ‘Surabaya Charter’ bertujuan untuk menjawab tiga hal. Yakni, pertama, bagaimana agama di dunia yang berubah dengan cepat ini dapat berkontribusi untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan? Kedua, bagaimana fiqh bisa menjadi landasan bagi peradaban manusia yang menempatkan manusia sejajar satu sama lain? Ketiga, bagaimana fiqh harus menjadi sumber hubungan dan koeksistensi antaragama yang toleran dan damai?

Piagam Surabaya merekomendasikan hal-hal berikut untuk menjawab pertanyaan tersebut:

  1. Rekontekstualisasi semua doktrin dan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan prinsip martabat manusia, kedamaian dan keadilan;
  2. Menjadikan maqashid al-syariah (tujuan tertinggi hukum Islam) sebagai prinsip penuntun reformulasi fikih;
  3. Definisi, tujuan dan ruang lingkup fikih harus didefinisikan ulang atas dasar integrasi pengetahuan Islam, ilmu sosial dan hak asasi manusia untuk mengatasi masalah kontemporer.
  4. Menafsirkan ulang semua doktrin fikih yang mengkategorikan dan mendiskriminasi manusia atas dasar agama atau etnis, seperti konsep kafir dzimmy dan kafir, atau memandang selain Muslim sebagai tidak setara dan warga negara kedua;
  5. Menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, khususnya yang berbasis agama, harus ditolak keras.
  6. Memelihara keberagaman dalam hidup berdampingan yang toleran dan damai yang menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan dan keadilan beragama.
Berita Lainnya